Beranda | Artikel
Sah Atau Tidak Sah Suatu Perbuatan Dari Akibat Merampas
Kamis, 13 Agustus 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Erwandi Tarmizi

Sah Atau Tidak Sah Suatu Perbuatan Dari Akibat Merampas merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. dalam pembahasan Kitab Zadul Mustaqni. Kajian ini disampaikan pada Kamis, 23 Dzulhijjah 1441 H / 13 Agustus 2020 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Sah Atau Tidak Sah Suatu Perbuatan Dari Akibat Merampas

Masih dalam bab Al-Ghashab, dan kita sampai pada perkataan Mualif:

وتصرفات الغاصب الحكمية باطلة

“Dan tindakan dari orang yang merampas secara hukum batil.”

Setelah Mualif menjelaskan terhadap apa yang dirampasnya dan bagaimana perubahan-perubahan barang rampasan tersebut beserta konsekuensinya, sekarang Mualif menjelaskan secara hukum. Yang dibahas di sini bukan konsekuensi  tindakan dia, dimana barang dirampas kemudian dijual atau disewakan, tapi yang dibahas adalah secara hukum bagaimana.

Tindakan yang ada konsekuensi hukum, bukan di sini maksudnya hukum taklifi, tapi di sini hukum wadh’i. Kalau hukum taklifi (wajib, sunnah, mubah, haram, makruh) ini sudah jelas bahwa ghashab ini hukumnya adalah haram, ini sudah kita jelaskan diawal. Maka yang dimaksud mualif di sini adalah hukum wadh’i, yaitu sah atau tidak sah perbuatan dari akibat dia merampas.

Contohnya seseorang melakukan perbuatan yang ada hukum sah dan tidak sahnya misalnya seseorang merampas air. Kita katakan bahwa merampas adalah menguasai hak orang lain dengan cara memaksa dan itu bukan dengan cara yang hak. Misalnya seseorang datang kemudian ke rumah orang lain, sedangkan airnya tidak disediakan untuk umum. Masuk dia ke ruangan seseorang tadi kemudian dia berwudhu di situ. Hukum wudhu dia sah atau tidak? Kalau dosa, jelas berdosa karena mengambil hak orang lain. Inilah yang dijelaskan oleh mualif.

Maka dari madzhab Hambali, wudhunya tidak menjadi sah. Kalau dia shalat menggunakan pakaian yang dirampas, maka shalatnya tidak sah.

Kalau seseorang merampas rumah atau tanah, ini konsekuensinya akan lebih berat. Fenomena ini banyak kita lihat di beberapa daerah di negara kita. Tanah ada hak miliknya, kemudian dia bangun rumah gubuk kemudian lama kelamaan dia mengakui bahwa itu milik dia dan diurus surat-suratnya padahal pemiliknya ada. Kalau dia shalat di atas tanah ini, sah atau tidak? Jawabannya adalah tidak sah. Begitu juga tanah yang ada pemiliknya kemudian masyarakat menjadikannya sebagai masjid. Sah atau tidak shalat di atasnya? Jawabannya tidak sah, pun berwudhu di atasnya juga tidak sah. Ini dalam madzhab Hambali.

Sebagian madzhab para ulama mengatakan bahwa perbuatannya sah tetapi berdosa. Karena menurut mereka larangan ini ada jihah munfakkah. Tapi dalam madzhab Hambali yang kita jelaskan shalatnya menjadi tidak sah.

Akibat wudhunya tidak sah, shalatnya tidak sah, semuanya tidak sah, baik dalam sisi ibadah maupun dalam sisi muamalah. Pada sisi muamalah, kalau dia sewakan tanah tadi kepada orang lain atau rumah yang dibangun di atas tanah yang dia rampas tadi, jika ini dia sewakan kepada orang lain, maka transaksi sewa-menyewanya tidak sah. Dampaknya adalah bagi perampas wajib membayar nilai sewa harga umumnya kepada si pemilik tanah kalau dia bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atau pihak pengadilan menuntut dia membayarkan hak dari orang yang dirampasnya.

Subhanallah.. Merampas hak orang lain konsekuensinya tidak gampang dalam syariat Allah ‘Azza wa Jalla. Semua tindakan yang ada hukum sah atau tidak sahnya maka menjadi tidak sah. Karena larangan menunjukkan perbuatannya menjadi tidak sah.

Apakah ada perbuatan yang tidak ada sah dan tidak sahnya? Jawabnya ada. Sehingga perbuatan ini tidak terdampak. Seperti mengangkatkan najis, tidak ada sah dan tidak sahnya. Misalnya tubuh atau pakaian terkena najis, kemudian anda ambil air seseorang untuk membersihkannya tanpa izin dia. Maka tidak ada hubungannya sah atau tidak sah, tapi dia berdosa dan berkonsekuensi harus mengganti air yang diambilnya seperti yang telah kita bahas sebelumnya.

Jadi hukum yang dijelaskan oleh para ulama ada dua; ada hukum taklifi dan ada hukum wadh’i. Hukum taklifi adalah perintah dan larangan Allah yang konsekuensinya dosa dan pahala. Kalau hukum wadh’i adalah sah dan tidak sah konsekuensi dari perbuatan tersebut.

Bagaimana penjelasan selanjutnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian

Download mp3 kajian yang lain di mp3.radiorodja.com


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48868-sah-atau-tidak-sah-suatu-perbuatan-dari-akibat-merampas/